PUNAKAWAN
Dalam pewayangan tersebut ada beraneka macam tokoh. Konon Sunan
Kalijaga telah menciptakan wayang kulit tersebut untuk sarana dakwah, agar
manusia senantiasa Eling marang GUSTI ALLAH.
banyak sekali karakter pewayangan. Diantara tokoh-tokoh wayang
kulit ada tokoh yang disebut Punakawan. Punakawan adalah karakter yang khas
dalam wayang Indonesia. Mereka melambangkan orang kebanyakan. Karakternya
mengindikasikan bermacam-macam peran, seperti penasihat para ksatria,
penghibur, kritisi sosial, badut bahkan sumber kebenaran dan kebijakan. Dalam
wayang Jawa karakte rpunakawan terdiri atas Semar, Gareng, Bagong, dan Petruk.
Dalam wayang Bali karakter punakawan terdiri atas Malen dan Merdah (abdi dari Pandawa)
dan Delem dan Sangut (abdi dari Kurawa)
Punakawan itu berasal dari kata-kata Puna dan Kawan. Puna
berarti susah; sedangkan kawan berarti kanca, teman atau saudara. Jadi arti
Punakawan itu juga bisa diterjemahkan teman/saudara di kala susah.
Ada penafsiran lain dari kata-kata Punakawan. Puna bisa juga
disebut Pana yang berarti terang, sedangkan kawan berarti teman atau saudara.
Jadi penafsiran lain dari arti kata Punakawan adalah teman atau saudara yang
mengajak ke jalan yang terang.
Penafsiran lainnya, Puna atau Pana itu berarti fana. Jadi
Punakawan juga bisa ditafsirkan teman/saudara yang mengajak ke jalan kefanaan.
Jadi jika digabungkan maka arti dari tokoh Semar, Nala Gareng, Petruk, Bagong
itu memiliki arti “bergegaslah memperoleh kebaikan, tinggalkanlah perkara
buruk”
1. SEMAR
Kyai Lurah Semar Badranaya (Semar) adalah nama tokoh punakawan
paling utama dalam pewayangan Jawa dan Sunda. Tokoh ini dikisahkan sebagai
pengasuh sekaligus penasihat para kesatria dalam pementasan kisah-kisah Mahabharata danRamayana.
Tentu saja nama Semar tidak ditemukan dalam naskah asli kedua wiracarita
tersebut yang berbahasa Sanskerta, karena tokoh ini merupakan asli ciptaan
pujangga Jawa.
·
Sejarah SemarMenurut sejarawan Prof. Dr. Slamet Muljana, tokoh Semar pertama
kali ditemukan dalam karya sastra zaman Kerajaan Majapahit berjudul Sudamala.
Selain dalam bentuk kakawin, kisah Sudamala juga dipahat
sebagai relief dalam Candi Sukuh yang berangka tahun 1439Semar dikisahkan
sebagai abdi atau hamba tokoh utama cerita tersebut, yaitu Sahadewa dari
keluarga Pandawa. Tentu saja peran Semar tidak hanya sebagai pengikut saja,
melainkan juga sebagai pelontar humor untuk mencairkan suasana
yang tegang.Pada zaman berikutnya, ketika kerajaan-kerajaan Islam
berkembang di Pulau Jawa, pewayangan pun dipergunakan sebagai salah satu media
dakwah. Kisah-kisah yang dipentaskan masih seputar Mahabharata yang
saat itu sudah melekat kuat dalam memori masyarakat Jawa. Salah satu ulama yang
terkenal sebagai ahli budaya, misalnya Sunan Kalijaga. Dalam pementasan wayang,
tokoh Semar masih tetap dipertahankan keberadaannya, bahkan peran aktifnya
lebih banyak daripada dalam kisahSudamala.Dalam perkembangan
selanjutnya, derajat Semar semakin meningkat lagi. Para pujangga Jawa dalam
karya-karya sastra mereka mengisahkan Semar bukan sekadar rakyat jelata biasa,
melaikan penjelmaan Batara Ismaya, kakak dari Batara Guru, raja para dewa.
·
Asal Usul Kelahiran Terdapat beberapa versi tentang kelahiran atau
asal-usul Semar. Namun semuanya menyebut tokoh ini sebagai penjelmaan dewaDalam
naskah Serat Kanda dikisahkan, penguasa kahyangan bernama
Sanghyang Nurrasa memiliki dua orang putra bernama Sanghyang Tunggal dan
Sanghyang Wenang. Karena Sanghyang Tunggal berwajah jelek, maka takhta
kahyangan pun diwariskan kepada Sanghyang Wenang. Dari Sanghyang Wenang
kemudian diwariskan kepada putranya yang bernama Batara Guru. Sanghyang Tunggal
kemudian menjadi pengasuh para kesatria keturunan Batara Guru, dengan
nama Semar.Dalam naskah Paramayoga dikisahkan, Sanghyang
Tunggal adalah anak dari Sanghyang Wenang. Sanghyang Tunggal kemudian menikah
dengan Dewi Rakti, seorang putri raja jin kepiting bernama Sanghyang Yuyut.
Dari perkawinan itu lahir sebutir mustika berwujud telur yang kemudian berubah
menjadi dua orang pria. Keduanya masing-masing diberi nama Ismaya untuk yang
berkulit hitam, dan Manikmaya untuk yang berkulit putih. Ismaya merasa rendah
diri sehingga membuat Sanghyang Tunggal kurang berkenan. Takhta kahyangan pun
diwariskan kepada Manikmaya, yang kemudian bergelar Batara Guru. Sementara itu
Ismaya hanya diberi kedudukan sebagai penguasa alam Sunyaruri, atau
tempat tinggal golongan makhluk halus. Putra sulung Ismaya yang bernama Batara
Wungkuham memiliki anak berbadan bulat bernama Janggan Smarasanta, atau
disingkat Semar. Ia menjadi pengasuh keturunan Batara Guru yang bernama Resi
Manumanasa dan berlanjut sampai ke anak-cucunya. Dalam keadaan istimewa, Ismaya
dapat merasuki Semar sehingga Semar pun menjadi sosok yang sangat ditakuti,
bahkan oleh para dewa sekalipun. Jadi menurut versi ini, Semar adalah cucu dari
Ismaya.Dalam naskah Purwakanda dikisahkan, Sanghyang Tunggal
memiliki empat orang putra bernama Batara Puguh, Batara Punggung, Batara Manan,
dan Batara Samba. Suatu hari terdengar kabar bahwa takhta kahyangan akan
diwariskan kepada Samba. Hal ini membuat ketiga kakaknya merasa iri. Samba pun
diculik dan disiksa hendak dibunuh. Namun perbuatan tersebut diketahui oleh
ayah mereka. Sanghyang Tunggal pun mengutuk ketiga putranya tersebut menjadi
buruk rupa. Puguh berganti nama menjadi Togog sedangkan Punggung menjadi Semar.
Keduanya diturunkan ke dunia sebagai pengasuh keturunan Samba, yang kemudian
bergelar Batara Guru. Sementara itu Manan mendapat pengampunan karena dirinya
hanya ikut-ikutan saja. Manan kemudian bergelar Batara Narada dan diangkat
sebagai penasihat Batara Guru.
Dalam naskah Purwacarita dikisahkan,
Sanghyang Tunggal menikah dengan Dewi Rekatawati putra Sanghyang Rekatatama.
Dari perkawinan itu lahir sebutir telur yang bercahaya. Sanghyang Tunggal
dengan perasaan kesal membanting telur itu sehingga pecah menjadi tiga bagian,
yaitu cangkang, putih, dan kuning telur. Ketiganya masing-masing menjelma
menjadi laki-laki. Yang berasal dari cangkang diberi nama Antaga, yang berasal
dari putih telur diberi nama Ismaya, sedangkan yang berasal dari kuningnya
diberi nama Manikmaya. Pada suatu hari Antaga dan Ismaya berselisih karena
masing-masing ingin menjadi pewaris takhta kahyangan. Keduanya pun mengadakan
perlombaan menelan gunung. Antaga berusaha melahap gunung tersebut dengan
sekali telan namun justru mengalami kecelakaan. Mulutnya robek dan matanya
melebar. Ismaya menggunakan cara lain, yaitu dengan memakan gunung tersebut
sedikit demi sedikit. Setelah melewati bebarpa hari seluruh bagian gunung pun
berpindah ke dalam tubuh Ismaya, namun tidak berhasil ia keluarkan. Akibatnya
sejak saat itu Ismaya pun bertubuh bulat. Sanghyang Tunggal murka mengetahui
ambisi dan keserakahan kedua putranya itu. Mereka pun dihukum menjadi pengasuh
keturunan Manikmaya, yang kemudian diangkat sebagai raja kahyangan, bergelar
Batara Guru. Antaga dan Ismaya pun turun ke dunia. Masing-masing memakai nama
Togog dan Semar.
·
Silsilah Keluarga Dalam pewayangan dikisahkan, Batara Ismaya
sewaktu masih di kahyangan sempat dijodohkan dengan sepupunya yang bernama Dewi
Senggani. Dari perkawinan itu lahir sepuluh orang anak, yaitu:
·
Batara Wungkuham
·
Batara Surya
·
Batara Candra
·
Batara Tamburu
·
Batara Siwah
·
Batara Kuwera
·
Batara Yamadipati
·
Batara Kamajaya
·
Batara Mahyanti
·
Batari Darmanastiti
Semar sebagai
penjelmaan Ismaya mengabdi untuk pertama kali kepada Resi Manumanasa, leluhur
para Pandawa. Pada suatu hari Semar diserang dua ekor harimau berwarna merah
dan putih. Manumanasa memanah keduanya sehingga berubah ke wujud asli, yaitu
sepasang bidadari bernama Kanistri dan Kaniraras. Berkat pertolongan
Manumanasa, kedua bidadari tersebut telah terbebas dari kutukan yang mereka
jalani. Kanistri kemudian menjadi istri Semar, dan biasa dipanggil dengan
sebutan Kanastren. Sementara itu, Kaniraras menjadi istri Manumanasa, dan
namanya diganti menjadi Retnawati, karena kakak perempuan Manumanasa juga
bernama Kaniraras.
·
FilosofiSemar dengan jari telunjuk seolah menuding,melambangkan
KARSA/keinginan yang kuat untuk menciptakan sesuatu. mata yang menyipit juga
melambangkan ketelitian dan keseriusan dalam menciptakan.
2. GARENG
Nama lengkap Gareng adalah Nala Gareng berasal dari kata nala
khairan (memperoleh kebaikan). Gareng adalah anak Semar yang berarti pujaan
atau didapatkan dengan memuja. Nalagareng adalah seorang yang tak pandai
bicara, apa yang dikatakannya kadang- kadang serba salah. Tetapi ia sangat lucu
dan menggelikan. Nala gareng merupakan tokoh punakawan yang memiliki
ketidaklengkapan bagian tubuh. Nala gareng mengalami cacat kaki, cacat tangan,
dan mata.Karakter yang disimbolkan adalah cacat kaki menggambarkan manusia
harus berhati-hati dalam menjalani kehidupan. Tangan yang cacat menggambarkan
manusia bisa berusaha tetapi Tuhan yang menentukan hasil akhirnya. Mata yang
cacat menunjukkan manusia harus memahami realitas kehidupan
Dalam suatu carangan Gareng pernah menjadi raja di
Paranggumiwayang dengan gelar Pandu Pragola. Saat itu dia berhasil mengalahkan
Prabu Welgeduwelbeh raja dari Borneo yang tidak lain adalah penjelmaan dari saudaranya
sendiri yaitu Petruk.
Dulunya, Gareng berujud satria tampan bernama Bambang Sukodadi
dari pedepokan Bluktiba. Gareng sangat sakti namun sombong, sehingga selalu
menantang duel setiap satria yang ditemuinya. Suatu hari, saat baru saja
menyelesaikan tapanya, ia berjumpa dengan satria lain bernama Bambang
Panyukilan. Karena suatu kesalahpahaman, mereka malah berkelahi. Dari hasil
perkelahian itu, tidak ada yang menang dan kalah, bahkan wajah mereka berdua
rusak. Kemudian datanglah Batara Ismaya (Semar) yang kemudian melerai mereka.
Karena Batara Ismaya ini adalah pamong para satria Pandawa yang berjalan di
atas kebenaran, maka dalam bentuk Jangganan Samara Anta, dia (Ismaya) memberi
nasihat kepada kedua satria yang baru saja berkelahi itu.
Karena kagum oleh nasihat Batara Ismaya, kedua satria itu minta
mengabdi dan minta diaku anak oleh Lurah Karang Kadempel, titisan dewa (Batara
Ismaya) itu. Akhirnya Jangganan Samara Anta bersedia menerima mereka, asal
kedua satria itu mau menemani dia menjadi pamong para kesatria berbudi luhur
(Pandawa), dan akhirnya mereka berdua setuju. Gareng kemudian diangkat menjadi
anak tertua (sulung) dari Semar.
Filosofi
Anak pertama Semar,dengan tangan yang
cacat,kaki yang pincang,mata yg juling,melambangkan CIPTA.bahwamenciptakan
sesuatu, dan tidak sempurna, kita tidak boleh menyerah.bagaimanapun kita sudah
berusaha.apapun hasilnya,pasrahkan padaNya.
3. PETRUK
Petruk adalah tokoh punakawan dalam pewayangan Jawa, di pihak
keturunan/trah Witaradya. Petruk tidak disebutkan dalam kitab Mahabarata. Jadi
jelas bahwa kehadirannya dalam dunia pewayangan merupakan gubahan asli Jawa. Di
ranah Pasundan, Petruk lebih dikenal dengan nama Dawala atau Udel
·
Masa Lalu Menurut pedalangan, ia adalah anak pendeta raksasa di pertapaan
dan bertempat di dalam laut bernama Begawan Salantara. Sebelumnya ia bernama
Bambang Pecruk Panyukilan. Ia gemar bersenda gurau, baik dengan ucapan maupun
tingkah laku dan senang berkelahi. Ia seorang yang pilih tanding/sakti di
tempat kediamannya dan daerah sekitarnya. Oleh karena itu ia ingin berkelana
guna menguji kekuatan dan kesaktiannya.Di tengah jalan ia bertemu
dengan Bambang Sukodadi dari pertapaan Bluluktiba yang pergi dari padepokannya
di atas bukit, untuk mencoba kekebalannya. Karena mempunyai maksud yang sama,
maka terjadilah perang tanding. Mereka berkelahi sangat lama, saling
menghantam, bergumul, tarik-menarik, tendang-menendang, injak-menginjak, hingga
tubuhnya menjadi cacat dan berubah sama sekali dari wujud aslinya yang tampan.
Perkelahian ini kemudian dipisahkan oleh Smarasanta (Semar) dan Bagong yang
mengiringi Batara Ismaya. Mereka diberi petuah dan nasihat sehingga akhirnya
keduanya menyerahkan diri dan berguru kepada Smara/Semar dan mengabdi kepada
Sanghyang Ismaya. Demikianlah peristiwa tersebut diceritakan dalam lakon Batara
Ismaya Krama.Karena perubahan wujud tersebut masing-masing kemudian berganti
nama. Bambang Pecruk Panyukilan menjadi Petruk, sedangkan Bambang Sukodadi
menjadi Gareng
·
Istri dan keturunanPetruk mempuyai istri bernama Dewi Ambarwati, putri Prabu
Ambarsraya, raja Negara Pandansurat yang didapatnya melalui perang tanding.
Para pelamarnya antara lain: Kalagumarang dan Prabu Kalawahana raja raksasa di
Guwaseluman. Petruk harus menghadapi mereka dengan perang tanding dan akhirnya
ia dapat mengalahkan mereka dan keluar sebagai pemenang. Dewi Ambarwati
kemudian diboyong ke Girisarangan dan Resi Pariknan yang memangku
perkawinannya. Dalam perkawinan ini mereka mempunyai anak lelaki dan diberi
nama Lengkungkusuma
·
Petruk dalam Lakon Pewayangan Oleh karena Petruk merupakan tokoh
pelawak/dagelan (Jawa), kemudian oleh seorang dalang digubah suatu lakon khusus
yang penuh dengan lelucon-lelucon dan kemudian diikuti dalang-dalang lainnya,
sehingga terdapat banyak sekali lakon-lakon yang menceritakan kisah-kisah
Petruk yang menggelikan, contohnya lakon Pétruk Ilang Pethèlé (“Petruk
kehilangan kapaknya”).Dalam kisah Ambangan Candi Spataharga/Saptaraga, Dewi
Mustakaweni, putri dari negara Imantaka, berhasil mencuri pusaka Jamus
Kalimasada dengan jalan menyamar sebagai kerabat Pandawa (Gatutkaca), sehingga
dengan mudah ia dapat membawa lari pusaka tersebut. Kalimasada kemudian menjadi
rebutan antara kedua negara itu. Di dalam kekeruhan dan kekacauan yang timbul
tersebut, Petruk mengambil kesempatan menyembunyikan Kalimasada, sehingga
karena kekuatan dan pengaruhnya yang ampuh, Petruk dapat menjadi raja menduduki
singgasana Kerajaan Lojitengara dan bergelar Prabu Welgeduwelbeh. Lakon ini
terkenal dengan judul Petruk Dadi Ratu (“Petruk Menjadi Raja”). Prabu
Welgeduwelbeh/Petruk dengan kesaktiannya dapat membuka rahasia Prabu
Pandupragola, raja negara Tracanggribig, yang tidak lain adalah kakaknya
sendiri, yaitu Nala Gareng. Dan sebaliknya Bagong-lah yang menurunkan Prabu
Welgeduwelbeh dari tahta kerajaan Lojitengara dan terbongkar rahasianya menjadi
Petruk kembali. Kalimasada kemudian dikembalikan kepada pemilik aslinya, Prabu
Puntadewa
·
Hubungan dengan Punakawan Lainnya Petruk dan panakawan
yang lain (Semar, Gareng dan Bagong) selalu hidup di dalam suasana kerukunan
sebagai satu keluarga. Bila tidak ada kepentingan yang istimewa, mereka tidak
pernah berpisah satu sama lain. Mengenai Punakawan, punakawan berarti ”kawan
yang menyaksikan” atau pengiring. Saksi dianggap sah, apabila terdiri dari dua
orang, yang terbaik apabila saksi tersebut terdiri dari orang-orang yang bukan
sekeluarga. Sebagai saksi seseorang harus dekat dan mengetahui sesuatu yang
harus disaksikannya. Di dalam pedalangan, saksi atau punakawan itu memang hanya
terdiri dari dua orang, yaitu Semar dan Bagong bagi trah Witaradya.Sebelum
Sanghyang Ismaya menjelma dalam diri cucunya yang bernama Smarasanta (Semar),
kecuali Semar dengan Bagong yang tercipta dari bayangannya, mereka kemudian
mendapatkan Gareng/Bambang Sukodadi dan Petruk/Bambang Panyukilan. Setelah
Batara Ismaya menjelma kepada Janggan Smarasanta (menjadi Semar), maka Gareng
dan Petruk tetap menggabungkan diri kepada Semar dan Bagong. Disinilah saat
mulai adanya punakawan yang terdiri dari empat orang dan kemudian mendapat
sebutan dengan nana ”parepat/prapat”.
·
FilosofiAnak kedua Semar. Dari kegagalan menciptakan Gareng, lahirlah
Petruk. dengan tangan dan kaki yg panjang, tubuh tinggi langsing, hidung
mancung,wujud dari CIPTA, yang kemudian diberi RASA, sehingga terlihat lebih
indah dengan begitu banyak kelebihan
4. BAGONG
Ki Lurah Bagong adalah nama salah satu tokoh punakawan dalam
kisah pewayangan yang berkembang di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tokoh ini
dikisahkan sebagai anak bungsu Semar. Dalam pewayangan Sunda juga terdapat tokoh
panakawan yang identik dengan Bagong, yaitu Cepot atau Astrajingga. Namun
bedanya, menurut versi ini, Cepot adalah anak tertua Semar. Dalam wayang
banyumasan Bagong lebih dikenal dengan sebutan Bawor
·
Ciri-ciri FisikBeberapa versi menyebutkan bahwa, sesungguhnya Bagong bukan anak
kandung Semar. Dikisahkan Semar merupakan penjelmaan seorang dewa bernama
Batara Ismaya yang diturunkan ke dunia bersama kakaknya, yaitu Togog atau
Batara Antaga untuk mengasuh keturunan adik mereka, yaitu Batara Guru.Togog dan
Semar sama-sama mengajukan permohonan kepada ayah mereka, yaitu Sanghyang
Tunggal, supaya masing-masing diberi teman. Sanghyang Tunggal ganti mengajukan
pertanyaan berbunyi, siapa kawan sejati manusia. Togog menjawab “hasrat”,
sedangkan Semar menjawab “bayangan”. Dari jawaban tersebut, Sanghyang Tunggal
pun mencipta hasrat Togog menjadi manusia kerdil bernama Bilung, sedangkan
bayangan Semar dicipta menjadi manusia bertubuh bulat,
bernama Bagong.Versi lain menyebutkan, Semar adalah cucu Batara
Ismaya. Semar mengabdi kepada seorang pertapa bernama Resi Manumanasa yang
kelak menjadi leluhur para Pandawa. Ketika Manumanasa hendak mencapai moksha,
Semar merasa kesepian dan meminta diberi teman. Manumanasa menjawab bahwa
temannya yang paling setia adalah bayangannya sendiri. Seketika itu pula,
bayangan Semar pun berubah menjadi manusia, dan diberi nama Bagong.
·
Bagong pada Zaman Kolonial Gaya bicara Bagong yang seenaknya sendiri
sempat dipergunakan para dalang untuk mengkritik penjajahan kolonial Hindia
Belanda. Ketika Sultan Agung meninggal tahun 1645, putranya yang bergelar
Amangkurat I menggantikannya sebagai pemimpin Kesultanan Mataram. Raja baru ini
sangat berbeda dengan ayahnya. Ia memerintah dengan sewenang-wenang serta
menjalin kerja sama dengan pihak VOC-Belanda.Keluarga besar Kesultanan Mataram
saat itu pun terpecah belah. Ada yang mendukung pemerintahan Amangkurat I yang
pro-Belanda, ada pula yang menentangnya. Dalam hal kesenian pun terjadi
perpecahan. Seni wayang kulit terbagi menjadi dua golongan, yaitu golongan Nyai
Panjang Mas yang anti-Amangkurat I, dan golongan Kyai Panjang Mas yang
sebaliknya.Rupanya pihak Belanda tidak menyukai tokoh Bagong yang sering
dipergunakan para dalang untuk mengkritik penjajahan VOC. Atas dasar ini,
golongan Kyai Panjang Mas pun menghilangkan tokoh Bagong, sedangkan Nyai
Panjang Mas tetap mempertahankannya.Pada zaman selanjutnya, Kesultanan Mataram
mengalami keruntuhan dan berganti nama menjadi Kasunanan Kartasura. Sejak tahun
1745 Kartasura kemudian dipindahkan ke Surakarta. Selanjutnya terjadi
perpecahan yang berakhir dengan diakuinya Sultan Hamengkubuwono I yang
bertakhta di Yogyakarta.
Dalam hal pewayangan,
pihak Surakarta mempertahankan aliran Kyai Panjang Mas yang hanya memiliki tiga
orang panakawan (Semar, Gareng, dan Petruk), sedangkan pihak Yogyakarta
menggunakan aliran Nyai Panjang Mas yang tetap mengakui keberadaan Bagong.
Akhirnya, pada zaman
kemerdekaan Bagong bukan lagi milik Yogyakarta saja. Para dalang aliran
Surakarta pun kembali menampilkan empat orang punakawan dalam setiap pementasan
mereka. Bahkan, peran Bagong cenderung lebih banyak daripada Gareng yang
biasanya hanya muncul dalam gara-gara saja.
·
Bagong Versi Jawa Timur Dalam pewayangan gaya Jawa Timuran, yang
berkembang di daerah Surabaya, Gresik, Mojokerto, Jombang, Malang dan
sekitarnya, tokoh Semar hanya memiliki dua orang anak , yaitu Bagong dan
Sarangaja. Bagong sendiri memiliki anak bernama Besut.Dalam versi ini adik
Bagong memang jarang di pentaskan namun ada lakon tertentu dimana Sarangaja keluar
seperti lakon Adeg’e Khayangan Suralaya dimana pada cerita ini menceritakan
Asal usul Bagong dalam versi Jawa Timur.Tentu saja Bagong gaya Jawa Timuran
memiliki peran yang sangat penting sebagai panakawan utama dalam setiap
pementasan wayang. Ucapannya yang penuh humor khas timur membuatnya sebagai
tokoh wayang yang paling ditunggu kemunculannya.Dalam versi ini, Bagong
memiliki nama sebutan lain, yaitu Jamblahita
·
Bagong Versi Wayang Golek Menak Dalam pementasan
Wayang Golek Menak, Bagong versi ini memang bentuk wajahnya menyerupai Cepot.
Mulai dari wajah, tangan dan busananya persis seperti Cepot, tetapi Bagong
versi Wayang Golek Menak ini memiliki wajah berwarna hitam, berjubah hitam,
memakai kaos belang merah putih, dan berhidung mbangir. Bagong yang seperti ini
disebut Lupit atau nama lengkapnya Kyai Lurah Lupit dari Desa Karang Sembung.
Dia memiliki seorang adik yang bernama Slenteng, Slenteng sendiri adalah
perwujudan Gareng versi Wayang Golek Menak. Dalam pakeliran, Lupit adalah
seorang punakawan yang hidup di zaman kerajaan-kerajaan Islam di pulau Jawa,
Misalnya sebagai abdi dalem Sultan Trenggono di zaman Kesultanan Demak.
·
Filosofi
Wujud
dari KARYA. dialah yg dianggap sebagai manusia yang sesungguhnya. walau petruk
lengkap dengan keindahan dan kesempurnaan, tapi bagong lah yang dianggap
sebagai manusia utuh. karena dia memiliki kekurangan. Jadi manusia yang
sejati adalah manusia yang memiliki kelebihan dan kekurangan. jadi jangan takut
atau malu karena kekurangan kita. karena kekurangan itulah yang menjadikan kita
manusia seutuhnya.yang perlu kita pikirkan sekarang adalah, bagaimana
meminimalkan kekurangan kita, dan memaksimalkan kelebihan kita. karena
bagaimanapun kekurangan dan kelebihan itu tidak bisa kita buang atau kita
hilangkan.
0 komentar:
Posting Komentar