*Lirik Lagu Lir-ilir
Lir-ilir, lir-ilir
Tandure wis sumilir
Tak ijo royo-royo tak senggo temanten
anyar
Cah angon-cah angon penekno blimbing
kuwi
Lunyu-lunyu yo penekno kanggo mbasuh
dodotiro
Dodotiro-dodotiro kumitir bedhah ing
pinggir
Dondomono jlumatono kanggo sebo
mengko sore
Mumpung padhang rembulane,
mumpung jembar kalangane
Yo surako… surak iyo…
*Arti Lirik Lagu Lir-ilir
Bangunlah, bangunlah
Tanaman sudah bersemi
Demikian menghijau bagaikan pengantin
baru
Anak gembala, anak gembala panjatlah
(pohon) belimbing itu
Biar licin dan susah tetaplah kau panjat
untuk membasuh pakaianmu
Pakaianmu, pakaianmu terkoyak-koyak di
bagian samping
Jahitlah, benahilah untuk menghadap nanti
sore
Mumpung bulan bersinar terang,mumpung
banyak waktu luang
Ayo bersoraklah dengan sorakan iya
*Makna yang terkandung lagu Lir-ilir adalah sbb:
Makna Tersirat
Lir-ilir, lir-ilir
Tandure wis sumilir
Tak ijo royo-royo tak senggo temanten
anyar
Cah angon-cah angon penekno blimbing
kuwi
Lunyu-lunyu yo penekno kanggo mbasuh
dodotiro
Dodotiro-dodotiro kumitir bedhah ing
pinggir
Dondomono jlumatono kanggo sebo
mengko sore
Mumpung padhang rembulane,
mumpung jembar kalangane
Yo surako… surak iyo…
*Arti Lirik Lagu Lir-ilir
Bangunlah, bangunlah
Tanaman sudah bersemi
Demikian menghijau bagaikan pengantin
baru
Anak gembala, anak gembala panjatlah
(pohon) belimbing itu
Biar licin dan susah tetaplah kau panjat
untuk membasuh pakaianmu
Pakaianmu, pakaianmu terkoyak-koyak di
bagian samping
Jahitlah, benahilah untuk menghadap nanti
sore
Mumpung bulan bersinar terang,mumpung
banyak waktu luang
Ayo bersoraklah dengan sorakan iya
*Makna yang terkandung lagu Lir-ilir adalah sbb:
Makna Tersirat
Ayo bangkit islam telah lahir,
Hijau sebagai simbol agama islam kemunculannya
begitu menarik ibarat pengantin baru,
Pemimpin yang mengembala rakyat kenalah islam
sebagai agamamu,
Ia ibarat belimbing dengan 5 sisi sebagai 5 rukun
islam,
Meskipun sulit dan banyak rintangan sebarkanlah ke
masyarakat dan anutlah,
Guna untuk mensucikan diri dari segala dosa dan
mensucikan aqidah,
Terapkanlah islam secara kaffah sampai ke rakyat
kecil (pinggiran),
Perbaikilah apa yang telah menyimpang dari ajaran
islam untuk dirimu dan orang lain guna bekal kamu di akhirat kelak,
Mumpung masih hidup dan selagi masih diberikan
kesempatan untuk bertobat,
Dan berbahagialah semoga selalu dirahmati allah
Lagu “ilir-ilir” sangat familiar kalau di
lingkungan pesantren. Kaset lagu seperti itu -lagu sholawat berlanggam Jawa
dengan diiringi gending/gamelan- sangat mudah ditemukan di sekitar Mesjid Sunan
Ampel (Surabaya), area pemakanan Sunan Giri (Gresik), dan area pemakaman Sunan
Bonang (Tuban).
Di era 90-an, lagu ini dipopulerkan kembali oleh
Cak Nun (Emha Ainun Nadjib) dengan aransemen musik Kyai Kanjeng. Jika diamati
musiknya, lagu Jawa tersebut sangat mirip dengan lagu Arab, “Ya Toyyiba” yang
kemudian diplesetkan menjadi “Bang Toyib” oleh para pedangdut komersial.
Dalam berbagai literatur sejarah, lagu ini digubah,
diciptakan oleh Kanjeng Sunan Kalijaga yang mengandung pesan/makna tentang
asal-usul dan tujuan hidup. Memberikan rasa optimis kepada orang yang melakukan
amal kebaikan demi hari akhir, karena kesempatan di dunia harus dimanfaatkan
untuk berbuat kebaikan (“Sejarah Sunan Kalijaga”, Dr. Purwadi).
Tapi, saya punya asumsi lain akan makna lagu tersebut.
Nyanyian yang sering dipakai oleh anak-anak kecil di kampung sewaktu bermain di
bawah terangnya bulan purnama di jaman dulu kala ini bermakna filosofis yang
sangat mendalam, yakni terhadap kemajuan dakwah (pengislaman masyarakat Jawa)
yang dilakukan oleh Wali Songo.
Lir-ilir, lir-ilir
Lagu “Ilir-ilir” -dalam pemaknaan saya- lebih
merupakan sinyalemen keberhasilan dari Sunan Kalijaga terhadap dakwah yang
dilakukan oleh para wali di tanah Nusantara. ‘Ijo‘ adalah simbolisasi Islam.
‘Sumilir‘ bermakna bersemi, bersemai, sedang mekar, berkembang. ‘Temanten baru‘
bernilai cerah-ceria, ghirah, bersemangat, antusias, mendapatkan sambutan yang
sangat luar biasa seperti seyogyanya kesenangan, keriangan, kegembiraan yang
dialami oleh orang yang baru menikah. Jadi, paragraf pertama dari lagu
“Ilir-ilir” tersebut lebih bermakna potret keberhasilan dakwah nilai-nilai
Islam dalam masyarakat Jawa oleh para Wali Songo.
tembang ini diawalii dengan ilir-ilir yang artinya
bangun-bangun atau bisa diartikan hiduplah (karena sejatinya tidur itu mati)
bisa juga diartikan sebagai sadarlah. Tetapi yang perlu dikaji lagi, apa yang
perlu untuk dibangunkan?Apa yang perlu dihidupkan? hidupnya Apa ? Ruh?
kesadaran ? Pikiran? terserah kita yang penting ada sesuatu yang dihidupkan, dan
jangan lupa disini ada unsur angin, berarti cara menghidupkannya ada
gerak..(kita fikirkan ini)..gerak menghasilkan udara. ini adalah ajakan untuk
berdzikir. Dengan berdzikir, maka ada sesuatu yang dihidupkan.
tandure wus sumilir, Tak ijo royo-royo tak senggo
temanten anyar.
Bait ini mengandung makna kalau sudah berdzikir
maka disitu akan didapatkan manfaat yang dapat menghidupkan pohon yang hijau
dan indah. Pohon di sini artinya adalah sesuatu yang memiliki banyak manfaat
bagi kita. Pengantin baru ada yang mengartikan sebagai Raja-Raja Jawa yang baru
memeluk agama Islam. Sedemikian maraknya perkembangan masyarakat untuk masuk ke
agama Islam, namun taraf penyerapan dan implementasinya masih level pemula,
layaknya penganten baru dalam jenjang kehidupan pernikahannya.
Cah angon cah angon penekno blimbing kuwi.
Mengapa kok “Cah angon” ? Bukan “Pak Jendral” ,
“Pak Presiden” atau yang lain? Mengapa dipilih “Cah angon” ? Cah angon
maksudnya adalah seorang yang mampu membawa makmumnya, seorang yang mampu
“menggembalakan” makmumnya dalam jalan yang benar. Lalu,kenapa “Blimbing” ?
Ingat sekali lagi, bahwa blimbing berwarna hijau (ciri khas Islam) dan memiliki
5 sisi. Jadi blimbing itu adalah isyarat dari agama Islam, yang dicerminkan
dari 5 sisi buah blimbing yang menggambarkan rukun Islam yang merupakan Dasar
dari agama Islam. Kenapa “Penekno” ? ini adalah ajakan para wali kepada
Raja-Raja tanah Jawa untuk mengambil Islam dan dan mengajak masyarakat untuk
mengikuti jejak para Raja itu dalam melaksanakan Islam.
‘Bocah angon‘ bermakna para penggiat nilai-nilai
Islam, juru dakwah dan simpatisannya. ‘Penekna’ berarti raihlah, dapatkan,
capailah. ‘Blimbing’ memiliki bentuk bintang (lima) di ujungnya, merupakan
simbolisasi Islam. ‘Lunyu-lunyu‘ berarti keadaan yang sangat sulit, tapi harus
tetap dilakukan. ‘Mbasuh‘ artinya menyebarkan, mengembangkan, memperluas
dakwah. ‘Dodotiro‘ makna harfiahnya kain, tapi dalam pemaknaan saya itu
kekuasaan status quo (dalam hal ini Kerajaan Majapahit). Jadi, paragraf kedua
ini bermakna ajakan bagi para penggiat Islam untuk menyebarkan, memperluas
dakwah nilai-nilai Islam di bumi Majapahit, walaupun tantangannya sangat berat.
Lunyu lunyu penekno kanggo mbasuh dodotiro.
Walaupun dengan bersusah payah, walupun penuh
rintangan, tetaplah ambil untuk membersihkan pakaian kita. Yang dimaksud
pakaian adalah taqwa. Pakaian taqwa ini yang harus dibersihkan.
Dodotiro dodotiro, kumitir bedah ing pinggir.
Pakaian taqwa harus kita bersihkan, yang jelek
jelek kita singkirkan, kita tinggalkan, perbaiki, rajutlah hingga menjadi
pakain yang indah ”sebaik-baik pakaian adalah pakaian taqwa“.
Dodotiro, kumitir bedah ing pinggir‘, maknanya
Kerajaan Majapahit sedang goyah, rapuh, mendekati keruntuhan, kehilangan
kesatuan dan persatuan, lemahnya kepercayaan dari negeri-negeri bawahan.
‘Dondomana, jrumatana‘ berarti perbaikilah, masukilah dengan nilai-nilai Islam.
‘Seba mengko sore‘, maknanya demi keberhasilan menegakkan agama-agama Illahi.
‘Mumpung padhang rembulane’, berarti semampang kesempatan sangat terbuka, opurtunity
bagus, dan Demak di belakang gerakan dakwah tersebut. ‘Mumpung jembar
kalangane‘, bermakna semampang prospektif, potensinya sangat terbuka/sangat
bagus, masyarakat welcome. Jadi, pargraf ketiga ini menjelaskan opurtunity,
peluang, kesempatan secara geopolitik untuk lebih membesarkan agama Islam.
dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore.
Pesan dari para Wali bahwa suatu ketika kamu akan
mati dan akan menemui Sang Maha Pencipta untuk mempertanggungjawabkan segala
perbuatanmu. Maka benahilah dan sempurnakanlah ke-Islamanmu agar kamu selamat
pada hari pertanggungjawaban kelak.
Mumpung padhang rembulane, mumpung jembar
kalangane.
Para wali mengingatkan agar para penganut Islam
melaksanakan hal tersebut ketika pintu hidayah masih terbuka lebar, ketika
kesempatan itu masih ada di depan mata, ketika usia masih menempel pada hayat
kita.
Yo surako surak hiyo.
Sambutlah seruan ini dengan sorak sorai “mari kita
terapkan syariat Islam” sebagai tanda kebahagiaan. Hai orang-orang yang beriman,
penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu
yang memberi kehidupan kepada kamu (Al-Anfal :25)
So, “Ilir-ilir” secara garis besar bermakna ajakan,
seruan, mobilisasi bagi para juru dakwah yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga
untuk mengembangkan nilai-nilai Islam di bumi Nusantara. Boleh dibilang,
“Ilir-ilir” adalah lagu politis -berbasis geopolitik- pada saat itu.
Benarkah? Wallahu’alam bi ash showab. Interpretasi, pemaknaan sejarah sah-sah saja untuk memperkaya sejarah itu sendiri.
Benarkah? Wallahu’alam bi ash showab. Interpretasi, pemaknaan sejarah sah-sah saja untuk memperkaya sejarah itu sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar